Jumat, 23 Maret 2018

Fenomena Pasar Beras

Di dalam postingan kali ini, saya akan beropini mengenai fenomena yang tidak asing di telinga masyarakat Indonesia yaitu tentang kenaikan harga beras yang terjadi di pasaran. Saya mengambil salah satu sumber berita dari koran Kompas, Kamis 22 Maret 2018.

"Harga beras rata-rata bulanan di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Jakarta, sampai Rabu (21/3) mencapai Rp 11.063 per kilogram (kg). Angka itu lebih rendah dari rata-rata harga Februari yang mencapai Rp 11.125 per kg atau Januari sebesar Rp 11.320 per kg. Harga beras medium secara nasional juga masih relatif tinggi. Menurut Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, Rabu, mencapai Rp 11.900 per kg. Angka itu jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) beras medium yang ditetapkan Rp 9.450 per kg di sentra prduksi.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa, harga gabah di tingkat petani masih berkisar Rp 4.500 per kg kering panen (GKP). Angka itu lebih tinggi dibandingkan April 2017 yang Rp 3.800 per kg GKP.
Program beras untuk masyarakat prasejahtera (rastra) pada 2018 secara bertahap dikurangi. Sampai Agustus 2018, direncanakan program rastra tinggal 5,5, juta keluarga prasejahtera. Jumlah keluarga prasejahtera sekitar 15,5 juta. Melalui program bantuan sosial atau program bantuan pangan nontunai dalam bentuk kartu, lanjut Gunarso,  Bulog tidak memiliki kewajiban memasok beras untuk rastra lagi. Dengan sistem itu, masyarakat dapat membeli beras di pasar atau di para pedagang."

Pertanyaan saya, sampai kapan harga beras bertahan di level tinggi? kenapa masalah seperti ini terus terjadi di negara kita? bukankah kita sudah melewati kemerdekaan sejak puluhan tahun yang lalu  tetapi mengapa persoalan kenaikan harga beras ini tetap terus mengejar seakan tiada hentinya.

Keluhan Masyarakat

Banyak masyarakat yang mengeluh akan kenaikan harga beras yang terus berlangsung di pasar. Terutama untuk kalangan ibu-ibu yang merasakan perbedaan harganya, biasanya mereka mendapat beras harga Rp 11.000 per kg kualitas bagus tapi saat ini justru kualitasnya hampir sama dengan sebelum adanya kenaikan harga yaitu seperti harga Rp 8.000. Para petani juga merasakan dampaknya karena mereka pun akan membeli beras di pasar. Padahal, menurut Kementerian Pertanian (Kementan), luas panen mencapai puncaknya pada Maret 2018 dengan perkiraan 2,5 juta hektar. Mungkin memang karena ada permasalahan lain seperti data yang tak akurat dan juga anomali iklim/cuaca membuat musim tanam dan panen mundur.

Kementerian Pertanian (Kementan) yang hanya melihat dari sisi produksinya selalu menyampaikan ke publik kalau produksi beras cukup sehingga menjamin kebutuhan tidak perlu impor, tetapi kenyataannya berbeda dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang melihat dari kenaikan harga beras di pasar yang membuatnya mengambil kebijakan impor beras sebesar 500 ribu ton. Artinya disini ada dua acuan basis data yang saling berselisihan. Dalam meremdamkan masalah kenaikan harga beras ini di butuhkan data yang akurat. Dampak dari data tak akurat akan membuat para petani lokal rugi karena impor beras akan datang secara bersamaan saat petani lokal sedang panen.

Di sisi lain saya setuju dengan program pemerintah yang mengeluarkan program bantuan sosial beras untuk masyarakat prasejahtera (rastra) dengan bantuan pangan nontunai (BPNT) dimana pemerintah akan transfer uang bantuan sebesar Rp 110.000 perbulan ke rekening kelompok penerima manfaat (KPM) berkartu debit. Kartu itu bisa dibelanjakan khusus kebutuhan pokok seperti beras, telur, gula di pedagang toko eceran yang telah ditunjuk dan beragam pula kualitas dan harganya. Jadi pemilik kartu bebas memilih, akan tetapi uang itu tidak bisa diambil tunai jadi kalau ada uang sisa akan tersimpan di kartu itu seperti tabungan. Semoga program ini selalu lancar dan semua masyarakat prasejahtera merasakan program ini.

Semua uraian di atas menuju pada satu titik yaitu masuk akal kalau harga beras merangkak naik dikarenakan adanya anomali ikim/cuaca dan data yang tak akurat sehingga mengeluarkan kebijakan di satu pihak. Agar ini tak terulang. Pemerintah perlu menimbang ulang sebelum melakukan tindakan. Pertama, dengarkanlah keluhan masyarakat. Kedua, gunakanlah satu basis data sebagai acuan dalam pengambilan keputusan kebijakan pemerintah. Ketiga, belajarlah dari sejarah lama tentang dunia pasar beras agar masalah ini tidak terulang kembali dan perlu juga kajian yang tepat agar tidak ada paham kekeliruan di pasar beras.

Bussiness English 2

Final Meeting, Test Assignment 1. Participles as adjectives  Member 1 by Aminurlaila (20216709) -Interested She's interested in ani...